Laman

Senin, 21 Maret 2011

H As’ad Said Ali: Kebijakan Pemerintah Belum Berpihak pada Petani

Senin, 21 Maret 2011 16:03
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali menegaskan jika kebijakan pemerintah dalam pertanian ini belum berpihak kepada rakyat. Karena itu warga NU yang mayoritas petani itu tidak tersentuh dan tidak terangkat kesejahteraannya. ”Saya tidak anti neoliberal, tapi dalam kebijakan pertanian itu perlu sinergi untuk sistem pertanian agar petani mengalami kemajuan sekaligus kesejahteraan,” ujar Said Ali dalam dialog ekonomi yang digelar oleh Lembaga Perekonomian PBNU di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya Jakarta, Senin (21/3).

Selain KH As’ad Said Ali, hadir sebagai pembicara antara lain pengamat ekonomi dari Dewan Ekonomi Nasional Dr Aviliani, Dr Maksum Mahfudz (UGM), Sugiono dan Franciscus Welirang (PT Indofood Tbk) dan lain-lain.

Menyinggung kualitas beras, As’ad menegaskan jika beras Indonesia belum layak ekspor. Karena itu pihaknya sedang mengembangkan beras melalui Pusat Pengembangan Pertanian Rakyat di Karawang, kerjasama teknologi dengan Taiwan.

”Kita inginkan harga beras ini tidak terlalu murah dan tidak terlalu mahal. Yang penting bagaimana menggunakan teknologi pertanian itu dengan tepat guna, sehingga beras yang dihasilkan bagus dan berkualitas ekspor,” tambah As’ad.

Aviliani berpendapat jika menurut BP Standarisasi Review of World Energy per Juni 2010 cadangan minyak bumi Indonesia hanya mampu memenuhi kebutuhan 11,8 tahun, sedangkan gas dan batubara masing-masing 44,3 tahun dan 17 tahun.Sehingga harus mengantisipasi kebutuhan energi alternatif ke depan.

Sementara untuk pertanian masih menjadi penyerap utama tenaga kerja di Indonesia yang pada 2010 sekitar 41,49 juta penduduk, atau 38,34 % dari total tenaga kerja Indonesia. ”Pertumbuhan terus bertambah. Lalu 25 tahun ke depan kita mau apa? Untuk itu jangan tergantung beras, karena banyak butuh air,” katanya.

Selain itu perlu dihidupkan kembali program transmigrasi. Sebab kalau tidak, bisa bertumpuk di Jawa dan wilayah lain yang seharusnya bisa dikembangkan secara ekonomi, menjadi tidak berkembang. ”Uang pun akhirnya hanya berputar di pusat, sedangkan di daerah lambat,” tutur Aviliani.

Ditambahkan, kebutuhan pokok saat ini tidak lagi sembako atau sembilan kebutuhan pokok. Melainkan, kini tinggal empat; yaitu gula, minyak, beras dan terigu. Karena itu pemerintah wajib menstabilkan harga-harga yang keempat kebutuhan pokok tersebut. (amf)

Tidak ada komentar: